Makalah Pajak Penghasilan Pasal 22


MAKALAH
Pajak Penghasilan Pasal 22


Disusun Oleh:
Ananda Fadhlurrahman Khairawan (2017011003)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA
TANGERANG SELATAN
2018


 


 




KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah mata kuliah Perpajakan I mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22.
Selain itu kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu kami, Ibu Agustine Dwianika, SE, M.Ak, CMA, dan juga memperoleh data dari Tax Center Universitas Pembangunan Jaya. Dan kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah bersama-sama menyusun karya tulis ini.
Maksud dan tujuan kami menyusun karya tulis  ini adalah untuk mendapatkan nilai dalam mata kuliah Perpajakan I. Selain untuk mendapatkan nilai, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami semua dalam hal perpajakan khususnya mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22. Selain itu dengan pengerjaan makalah ini kami jadi lebih bisa menjalin kerja sama bersama teman.
Garis besar isi makalah ini adalah mengenai PPh Pasal 22 yang berisi mengenai pengertian PPh 22, objek pajak PPh 22, dan tarif pajak PPh 22. Selain itu makalah ini menjabarkan secara rinci mengenai pemungut dari PPh 22 dan pengecualian dari pemungutan PPh 22. Serta menjabarkan mengenai tata cara Pemungutan, penyetoran dan pelaporan dari PPh 22.
Kami juga berharap agar para pembaca mau memaafkan kami jika ada kesalahan dalam pengetikan makalah ini. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun atas kelemahan dan kekurangan dalam makalah ini demi perbaikan selanjutnya. Sekian dan terimakasih





Daftar Isi



PENDAHULUAN


Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah atau penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 berlaku sejak 31 Agustus 2010.











1.2.1        Apa pengertian dari Pajak Penghasilan?
1.2.2        Bagaimana dasar hukum pengaturan dari Pajak Penghasilan?
1.2.3        Apa sajakah subjek dari Pajak Penghasilan?
1.2.4        Apa sajakah objek dari Pajak Penghasilan?
1.2.5        Apakah PTKP dari PKP itu?
1.2.6        Apa pengertian dari Pajak Penghasilan Pasal 22?
1.2.7        Siapa pemungut PPh Pasal 22?
1.2.8        Berapakah tarif PPh Pasal 22?
1.2.9        Bagaimana saat terhutang dan pelunasan PPh pasal 22?
1.2.10    Bagaimana cara pembayaran PPh pasal 22?
1.2.11    Siapa saja yang termasuk dari pengecualian pemungutan PPh pasal 22 dan kewajiban membuat bukti potong?
1.2.12    Bagaimana cara Pemungutan, Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 22?

1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dari PPh pasal 22.
1.3.2        Untuk mengetahui mengenai pemungut, objek, tarif dari PPh pasal 22.
1.3.3        Untuk mengetahui tata cara pemungutan,penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 22
1.3.4        Untuk mengetahui siapa saja yang dikecualikan dalam pemungutan PPh pasal 22 dan kewajiban bukti potong
1.3.5        Untuk mengetahui bagaimana saat tehutang dan pelunasan serta pembayaran dari PPh pasal 22.









BAB II

PEMBAHASAN


  1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

  1. Dasar Hukum Pengaturan Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh :
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam :Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 danKeputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali dalam:
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006

  1. Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
  1. Orang Pribadi
yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  1. Harta Warisan Belum Dibagi 
yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
  1. Badan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
  • pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  • penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
  • pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  1. Bentuk usaha tetap 
yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

Dan yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah sebagai berikut :
  1. Badan perwakilan negara asing;
  2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
• bukan warga Negara Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut;
• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  1. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
  1. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

  1. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun .
Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangu
Objek Pajak Penghasilan yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n.premi asuransi;
o.iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
                                                                                                                      

Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dan yang tidak Termasuk Objek Pajak adalah sebagai berikut :
  1. - Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
- Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, epanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

  1. PTKP dan PKP
  1. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak )
adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto wajib pajak orang pribadi jumlahnya di bawah PTKP tidak akan terkena pajak penghasilan (PPh) pasal 25 /29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh pasa 21 maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh pasal 21 .
PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp24.300.000.
Catatan: Lihat juga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.  [1]
·         Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp2.025.000 untuk PTKP.
·         Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar Rp2.025.000 untuk setiap anak dan hanya berlaku sampai anak yang ketiga.
·         Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke-empat dan seterusnya. 
·         Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp24.300.000 dan tarif pajak penghasilan tetap sama.[2]
PERHITUNGAN

STATUS PEKERJA
PTKP (Rp)
Belum Kawin
24.300.000
Kawin, anak 0
26.325.000
Kawin, anak 1
28.350.000
Kawin, anak 2
30.375.000
Kawin, anak 3
32.400.000

  1. PKP (Penghasilan Kena Pajak)
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari pengurangan antara penghasilan bruto wajib pajak dengan pengurang penghasilan bruto.[3]
Perhitungan

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
Tarif Pajak
Sampai dengan 50 juta
5%
Di atas 50 juta sd 250 juta
15%
Di atas 250 juta sd 500 juta
25%
Di atas 500 juta
30%

  1. Pengertian PPh pasal 22
PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Melalui penerbitan peraturan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 
  1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 ataupun PPh 23. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 berlaku sejak 31 Agustus 2010.
  1. Pemungut PPh Pasal 22
Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:
1.      Bank Devisa dan Direktoran Jendral Bea dan Cukai (DJBC) atas Objek PPh 22 impor barang
2.      Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
3.      Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
4.      Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
5.      Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi :
·         PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
·         Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7.      Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan. 
8.      Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industry otomotif, serta industri farmasi atas penjualan kepada distributornya.
9.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
10.  Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importer umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06/PJ/2013 menyebutkan penunjukan pemungut PPh Pasal 22 berlaku otomatis dan tidak ada surat penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
1.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri
2.      Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri
3.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
4.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
5.      Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya :
·         Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
·         Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6.      Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 

  1. Objek PPh Pasal 22
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.
  1. Tarif PPh Pasal 22
1.      Atas Impor :
·         yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
·         non-API = 7,5% . yang tidak menggunakan angka pengenal impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
·         yang tidak dikuasai = 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. Pengertian nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakana berdasrkan ketentuan peraturan perundang undangan kepabeanan di bidang impor.
2.      atas pembelian barang yang pemungut pajaknya bendahara pemerintah dan KPA,bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP), dan KPA atau penjabat penerbit SPM yang diberi delegasi oleh KPA untuk pembayaran untuk pihak ketiga dan mekanisme pembayaran langsung (perhatikan pemungut pajak NO. 2, 3, dan 4)sebesar 1,5%(satu setengah persen) dari harga pembelian.
3.      Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
·         Kertas        : 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
·         Semen       : 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
·         Baja           : 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
·         Otomotif   : 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.      Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
·         Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
·         Bahan bakarnya sebesar :
1.      0,25%( nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termaksud pajak pertambahan nilai untuk untuk penjualan kepada SPBU pertamina;
2.      0,3%(nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termaksud pajak pertambahan nilai kepada SPBU bukan pertamina atau Non- SPBU
·         Bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dar penjualan tidak termasuk pajak pertabahan nilai.
·         Pelumas sebesar 0,3% ( nol koma tiga pesen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai.
5.      Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor oleh badan usaha industry atau eksportir yang bergerak dalam sector kehutahan ,pekebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6.      Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7.      Atas Penjualan :
·         Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
·         Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
·         Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
·         Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
·         Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.      Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

7.     Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22

Pengumutan pajak penghasilan pasal 22 dilakukan oleh pihak-pihak sebagaimana diatur pada pasal 22 ayat (1) undang-undang pajak penghasilan, terutang pada saat pembayaran kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan. Penetapan saat terutang dan pelunasan pajak penghasilan pajak pasal 22 diatur sebagai berikut.
  1. Atas kegiatan impor barang, PPh pasal 22 terutang pada saat bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk. Apabila pembayaran bea masuknya ditunda atau dibebaskan, PPh pasal 22 terutang pada saat penyelesaian dokumen PIB (pemberitahuanimpor barang)
  2. Atas kegiatan pembelian barang, PPh pasal 22 dan dipungut pada saat dilakukan pembayaran.
  3. Atas pembelian hasil produksi PPh pasal 22 terutang dan dipungut  saat penjualan.
  4. Atas penjulanhasil produksi dan pengelolahan barang, PPh 22 terutang dan dipungut pada saat pemungutan pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
  5. Pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian barang atau bahan-bahan oleh pemungutan butir 2,3 dilaksanakan dengan pungutan dan peyetoran oleh pemungut pajak atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau kantor pos.

a.      Sifat Pembayaran: Final Atau Tidak

Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 sttdd No. 224/PMK.011/2012 menyebutkan sifat pemungutan PPh Pasal 22 tersebut adalah:
1)      Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak bendahara pemerintah pusat atau daerah atau kuasa pengguna anggaran, penjualan hasil produksi industry semen, industry kertas, industry baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industri farmasi, BUMN dan ATPM bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
2)      Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada penyalur/agen bersifat final.
3)      Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada selain penyalur/agen bersifat tidak final.
4)      Pajak Penghasilan barang mewah dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.


b.     Pengembalian Barang

Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 06/PJ/2013 mengatur ketentuan PPh Pasal 22 yang telah dipungut apabila terdapat pengembalian barang yang sebelumnya telah dipungut PPh Pasal 22.
Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. Nota retur harus dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi yang minimal memuat:
  1. Nomor dan tanggal nota retur;
  2. Nomor dan tanggak Faktur Pembelian barang yang dikembalikan;
  3. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli;
  4. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemungut Pajak Pengahasilan Pasal 22;
  5. Macam, jenis, jumlah, dan harga barang yang dikembalikan;
  6. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang yang dikembalikan;
  7. Nama dan tansa tangan pembeli. 
Nota retur paling sedikit dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: lembar 1 untuk pemungut pajak, lembar 2 untuk dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 2 dan lembar 3 untuk arsip pembeli.
Nota retur dianggap tidak ada apabila:
  1. Dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian, atas pengembalian tersebut dilakukan penggantian dengan barang yang sama, baik dalam jumlah fisik maupun harganya.
  2. Nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan yang ditentukan.
  3. Nota retur tidak dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi.

8.  Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22


Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:
Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 224/PMK. 001/2012 jo Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 57/PJ/2010 sttdd No. 06/PJ/2013 menyebutkan
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
1) Impor barang dana tau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara peberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang unruk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang unruk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditunjukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. Kapal laut, kapal amgkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaraan Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemelihara yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemelihara serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
r. Peralatan yang digunakan penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia yang dilakukuan oleh Tentara Republik Indonesia; dan/atau
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama.
3) Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
4) Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
5) Pembayaran yang dilakukan oleh pemungutan pajak bendaharawan pemerintah pusat atau daerah atau kuasa pengguna anggaran, berkenaan dengan;
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
6) Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
7) Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
8) Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan pengunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pengecualian seluruh transaksi tersebut bersifat otomatis dan tidak berdasarkan adanya surat keterangan bebas.
1.                  Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.                  Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
o        yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
o        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o        berupa kiriman hadiah;
o        untuk tujuan keilmuan.
3.                  Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4.                  Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.



9.  Pembayaran PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Maksudnya, pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan impor dan bendahara.

10.           Kewajiban Membuat Bukti Pungut

Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan. 
Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final. Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan yang dilampiri bukti potong. 
  1. Tata Cara Pemungutan, penyetoran, dan Pelaporannya
Dalam hal melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 22 yang di lakukan oleh pemungut diatur sebagai berikut.
  1. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang,terutang,dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk.
  2. Dalam hal pemyaran bea masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak penghasilan pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  3. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut disebut pada angka 2, angka 3, dan angka 4 terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
  4. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
  5. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas, dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang ( delivery order).
  6. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan – bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian
  7. Pemungut pajak penghasilan pasal 22 atas impor barang dilakukan dengan cara penyetoran oleh;
a.       Importir yang bersangkutan, atau
b.      Direktorat jendral Bea dan Cukai,
Ke kas Negara melalui kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan.
  1. Pemungut pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 3, dan angka 4, wajib disetor oleh pemungut ke kas Negara melalui kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan, dengan menggunakan surat setoran pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta di tandatangani oleh pemungut pajak.
  2. Pemungut pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib di setor oleh pemungut ke kas Negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang di tunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan surat setoran pajak.
  3. Pemungut pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan – bahan untuk keperluan indusri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas Negara melalui kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh mentri keuangan dengan menggunakan surat setoran pajak.
  4. Penyetoran pajak penghasilan pasal 22 oleh importir, direktorat jendral Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dalam angka 2, angka 3, dan angka 4, menggunakan formulir surat setoran pajak yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
  5. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5, angka 6, dan angka 7 wajib menerbitkan Bukti pemungutan pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu;
  1. Lembar kesatu untuk wajib pajak ( pembeli / pedagang pengumpul)
  2. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP (dilampirkan pada SPT Masa PPH pasal 22)
  3. Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan

  1. Pemungut pajak diwajibkan melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan SPT masa ke KPP
  2. Penyetoran pajak penghasilan pasal 22 seperti pada angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 dan pelaporan PPh pasal 22 dilakukan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan mentri keuangan tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, dan pelaporan pemungutan pajak.
  3. Pemungut pajak Penghasilan pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak seperti pada angka 2, angka 3, dan angka 4, penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif dan pembelian bahan – bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan bagi wajib wajib pajak yang dipungut. Pemengutan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak,gas, dan pelumas kepada :
a.       Penyalur / agen bersifat final
b.      Selain penyalur / agen bersifat tidak final

Sebagai tindak lanjut peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan PPh pasal22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain diterbitkannya peraturan direktur jenderal Pajak yang mengatur lebih lanjut masalah dimaksud, dengan pengaturan sebagai berikut.
1. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu berstatus sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara terintregrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir.
2. Penunjukan pemungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud angka 5 dilakukan kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan badan usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri, dengan surat keputusan yang berlaku sejak tanggal diterapkan
3. Badan usahay ang bergerak di bidang usaha otomotif adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang industri otomotif termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk), APM ( Agen Pemegang Merk), dan importir umum kendaraan bermotor.
4. Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud angka 7 dilakukan kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan industri dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul dengan surat keputusan yang berlaku sejak tanggal awal ditetapkan.
5. Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan, Perkebunan, Pertanian, dan perikanan; dan
b. Menjual hasil kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, dan perikanan
6. Dalam hal badan badan usaha sebagai pemungut pajak pada angka 6, dan angka 8 tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, maka kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan penunjukan Wajib Pajak sebagai pemungut PPh pasal 22.
7. Dalam hal terjadi karena pengambilan barang hasil produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai pemungut PPh Pasal 22 setelah masa pajak terjadinya pengekuaran, pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada pemungut PPh Pasal 22.
8. Pembuatan nota retur harus dibuat dalam masa pajak terjadinya pengambilan barang hasil produksi.
9. Pengembalian bbarang hasil produksi dianggap tidak terjadi dalam hal:
a. Masa pajak terjadinya pengembalian, atas pengembangan tersebut dilakukan penggantian dengan barang yang sama, baik dalam jumlah fisik maupun harganya.
b. Nota retur tidak selengkapnya mencantukmkan keterangan.
c. Nota retur dibuat dalam inasa pajak terjadinya pengambilan barang hasil produksi.
Dalam hal nota retur telah memenuhi ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah
dipungut dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 2. Terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian tersebut.



1.     Cara menghitung PPh Pasal 22 atas kegiatan impor barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor: Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tariff pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor.
                                    PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir
                  Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif
                  Pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor
                                    PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang
digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung
sebesar Cost Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean
lainnya.
Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari
Amerika Serikat dengan perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)…………………….US$ 20,000.00
Asuransi (Insurance) ……………………….US$   1,000.00
Biaya angkut (Freight) ……………………..US$   4,000.00
Harga Pabean ………………………………US$ 25,000.00


Pungutan :
- Bea Masuk 20% ……………………………..US$  5,000.00
-Bea Masuk Tambahan 10% …………….........US$  2,500.00
            NILAI IMPOR ………………………………..US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan
impor barang) nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
            — Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
            — PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp  8.125.000,00
Contoh 2:
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API,
maka perhitungan PPh Pasal 22 adalah :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-

2.     Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan APBN/ APBD

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan
Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja
daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga
            pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
Contoh 3 :
PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen
Dalam Negri senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh
Bendaharawan Depdagri. Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah
yang di            danai dari APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
-Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
-PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00






3.     Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri.

Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor
beroda dua atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
                                    PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
                  Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh
      Pasal 22 atas industry otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor
      kepada:
      - Instansi pemerintah
      - Korps diplomatic
      - Bukan subjek pajak



4.     Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok di Dalam Negeri.

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat
penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita
cukai), dan bersifat final.
PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol

5.     Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat
penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

6.     Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada
saat penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN
      Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan
      semen dalam negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT
      Semen Nusantara kepada Distributor utama / tunggalnya.

7.     Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri.

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat
penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN

8.     Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan
usaha lainnya yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix,
super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU
swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU
Pertamina adalah 0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari
 penjualan.
PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

BAB III


METODE PENELITIAN


3.1  Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Ghony dan almanshur (2012:25) penelitian kuaitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting suatu barang atau jasa. Hal yang terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan gejala social adalah makna dibalik kejadian tersebut dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori.
Sedangkang pendeketan yang dipakai berupa deskririptif . Pendekatan deskriptif adalah analisis data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengelola data kemudian menyajikan data observasi agar pihak lain dapat mudah memperoleh gambaran mengenai objek yang diteliti dalam bentuk kata-kata dan bahasa.


3.2.1        Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh untuk menunjang penelitian yang didapatkan melalui orang lain atau dokumen. Berupa data yang terdokumentasi yang berupa laporan keuangan.

3.3  Teknik dan Alat Pengumpul Data

3.3.1        Teknik Pengumpul Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah teknik tidak langsung, artinya peneliti mengumpulkan data melalui catatan-catatan pribadi atau hasil karya seseorang, teknik ini disebut juga sebagai studi dokumenter. Teknik ini digunakan karena peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan dokumen yang berumber dari data APBN 2017.


BAB IV

PENUTUP


Kesimpulan

  • PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 
  • PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian. 
  • Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara 0,25%-1,5%.
  1. Pemungut PPh Pasal 22
Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:
11.  Bank Devisa dan Direktoran Jendral Bea dan Cukai (DJBC) atas Objek PPh 22 impor barang
12.  Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
13.  Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
14.  Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
15.  Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi :
·         PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
·         Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
16.  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
17.  Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan. 
18.  Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industry otomotif, serta industri farmasi atas penjualan kepada distributornya.
19.  Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
20.  Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importer umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06/PJ/2013 menyebutkan penunjukan pemungut PPh Pasal 22 berlaku otomatis dan tidak ada surat penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak.
  • Yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
1) Impor barang dana tau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea masuk dan/atau Pajak 3) Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
4) Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
5) Pembayaran yang dilakukan oleh pemungutan pajak bendaharawan pemerintah pusat atau daerah atau kuasa pengguna anggaran, berkenaan dengan;
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
6) Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
7) Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
8) Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan pengunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pengecualian seluruh transaksi tersebut bersifat otomatis dan tidak berdasarkan adanya surat keterangan bebas.




 

DAFTAR PUSTAKA


B. Ilyas, Wirawan dan Suhartono, Rudy. 2013. PERPAJAKAN. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.

Waluyo. 2013. PERPAJAKAN INDONESIA. Jakarta: Salemba Empat.
Puspa, dian. “Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)”. Diakses pada 27 maret 2018.
EkonomiHolic.com. (2013, Januari). Tarif Pajak Penghasilan 2016 dan Contoh Cara Penghitungannya. dipetik from EkonomiHolic.com: http://www.ekonomi-holic.com/2013/01/tarif-pajak-penghasilan-2013-dan-cara_2918.html/. Diakses pada 27 maret 2018.
forever2705. (2009, Agustus 11). PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN. Diambil kembali dari `ForeveR`: https://forever2705.wordpress.com/2008/08/11/pengertian-pajak-penghasilan/. Diakses pada 27 maret 2018.
PajakOnline.com. (n.d.). Penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Retrieved from Belajar Perpajakan: http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=272. Diakses pada 27 maret 2018.

Komentar

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus



  2. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini